Rekapitulasi verifikasi faktual tingkat nasional belum menetapkan jumlah peserta Pemilu Legislatif 2014. Namun, jumlah peserta pemilu legislatif berdasar beberapa pemantauan diprediksi hanya sepuluh parpol.
“Dari hasil pemantauan, hanya sepuluh parpol yang lolos. Sembilan dari parlemen, ditambah satu partai baru, yakni Nasdem,” ujar Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow dalam paparan di Cafe Tjikini, Jakarta, Minggu (6/1).
Menurut Jeirry, Tepi melakukan pemantauan daerah, pengumpulan informasi rekap dari KPU daerah, serta pemantauan hasil media massa untuk merangkum hasil verifikasi faktual itu. Sebanyak 33 rekapitulasi di jumlah provinsi yang sama telah dikumpulkan. Menurut dia, mayoritas parpol tidak memenuhi keterwakilan di sejumlah provinsi. “Kalau ada yang secara provinsi tidak lolos, parpol itu tidak akan lolos secara nasional,” ujarnya.
Di antara 18 parpol yang diverifikasi pascaputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), tidak ada yang lolos verifikasi faktual. Jeirry menyatakan, pihaknya baru mencatat hasil rekapitulasi di lima provinsi. “Di lima provinsi saja, sudah ada yang tidak lolos,” jelasnya.
Berdasar hasil analisisnya, penyebab ketidaklolosan parpol itu bermacam-macam. Menurut Jeirry, penyebab terbanyak adalah syarat kepengurusan dan verifikasi keanggotaan. “Di syarat 30 persen pengurus perempuan sebenarnya banyak. Namun, ada formulir yang wajib diisi parpol jika kepengurusan perempuannya kurang dan dinyatakan memenuhi syarat,” ujarnya.
Dengan hasil mencolok itu, Jeirry memprediksi sejumlah parpol yang gagal akan menggugat KPU. Sejumlah fakta bahwa mekanisme verifikasi KPU tidak menyentuh kecamatan, tampaknya, akan digugat. Namun, secara keseluruhan, parpol diyakini akan sulit beradu data dengan KPU. “Kalau parpol komplain soal verifikasi kecamatan, dia harus punya bukti terkait 50 persen kecamatan. Kemungkinan mengadu data ke Bawaslu pun akan sangat sulit,” prediksinya.
Secara terpisah, anggota KPU Arief Budiman tidak ingin berspekulasi mengenai data sepuluh parpol yang diprediksi lolos. Menurut dia, KPU saat ini baru melakukan tabulasi data bersama KPU provinsi se-Indonesia untuk disajikan dalam pleno terbuka yang direncanakan hari ini (7/1). “Kami belum bisa menyimpulkan,” ungkapnya.
Meski begitu, Arief mengatakan bahwa seluruh data verifikasi faktual di daerah sebenarnya sudah diketahui parpol. Sebab, pleno terbuka rekapitulasi juga dilaksanakan KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota. “Sesungguhnya setiap orang sudah tahu dan publik bisa menyimpulkan. KPU akan merapikan data itu sebagai data rekap tingkat nasional,” tuturnya.
Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB) memilih menunggu pengumuman hasil verifikasi faktual oleh KPU terlebih dahulu. Sebab, dalam pertemuan tersebut, pihaknya berencana akan menyampaikan keberatan-keberatan terhadap kepengurusan mereka di daerah-daerah yang dinyatakan tidak lolos. “Jadi, kita tunggu saja bagaimana KPU bisa mempertanggungjawabkan kinerjanya, termasuk KPUD-KPUD yang kami ragukan integritasnya itu,” ujar Sekjen DPP PKBIB Imron Rosyadi Hamid saat dimintai tanggapan atas perkembangan proses verifikasi faktual.
Meski demikian, dia tetap menyoroti regulasi pemilu, khususnya terkait dengan verifikasi faktual yang dianggap absurd. Sebab, sejumlah aturan dianggap telah mengabaikan struktur demografi, struktur geografis, kemajemukan ideologi, serta sebaran basis massa.
Dia yakin secara faktual tidak ada satu pun partai yang bisa mencakup 100 persen provinsi, 75 persen kabupaten/kota, dan 50 persen kecamatan sebagaimana diatur di UU. “Kalau ada yang benar-benar lolos (ketentuan) itu, bisa kita pertanyakan validitas datanya,” kata Imron.
Apakah menyiapkan langkah semacam gugatan jika nanti KPU dianggap tidak fair dalam membuat keputusan? Dia menegaskan, pihaknya pasti menggugat dan memperjuangkan hak konstitusionalnya sepanjang menyangkut hak asasi yang dijamin UUD 1945. “Begitu ada yang melanggar, akan kami kejar sampai ujung bumi,” ungkapnya.
Dia lantas membeber ketentuan pasal 8 ayat 1 (c) UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang dianggap telah membuka permainan mata antara KPU dan parpol di Senayan. Intinya, pasal tersebut menyebutkan, ketika menentukan pedoman teknis tahap pemilu, KPU harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah. “Siapa DPR? Mereka ya tentu saja sembilan partai yang pasti akan diuntungkan dalam proses verifikasi selama ini,” sorotnya.