Kebutuhan Hidup Buruh Lajang

Posted on
  • by
  • in
  • Labels: BURUH, NASIONAL
  • By : Warta Pakem, Koran Pasar Kemis Online


    Penentuan Upah Minimum Kota/Kabupaten/Provinsi termasuk Upah Sektoral dilakukan melalui survey yang salah satu acuan dan menjadi landasan hukumnya adalah Permenakertrans 17/2005 tentang Komponen Hidup Layak (KHL) yang terdiri dari 46 Komponen. Pada prakteknya komponen-komponen yang ada tidak sesuai dengan realita kebutuhan hidup buruh/pekerja saat ini. Dalam Permen 17 tahun 2005 ini, kebutuhan hidup yang menjadi dasar survei harga hanyalah untuk Kebutuhan Hidup Buruh Lajang.
    Sebagaimana di jelaskan dalam Peraturan Menteri ini di pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan: Kebutuhan Hidup Layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non-fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Artinya, kebutuhan hidup bagi para buruh yang sudah berkeluarga, sampai sejauh ini tidak masuk dalam hitungan.
    Tapi salah satu hal yang tidak pernah berubah adalah standar barang dan jasanya serta kualitasnya sehingga permen 17 tahun 2005 sangat jelas mengatakan bahwa buruh Indonesia, tidak boleh berkeluarga, buruh Indonesia tidak boleh tinggal di tempat yang lebih baik dan buruh di Indonesia juga tidak boleh memiliki rumah dan lain sebagainya semua barang dan jasa yang menjadi dasar perhitungan adalah barang dan jasa kelas 3 atau dalam lampiran tersebut disebutkan kualitas sedang satu kata yang sangat sumir.
     

    Kritik Terhadap Permenakertrans No 17 Tahun 2005

    1. KHL yang dimaksud didasarkan pd kebutuhan hidup layak buruh/pekerja lajang. Pasal 1 ayat 1 menyatakan: “Kebutuhan Hidup Layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.” Artinya orientasi penentuan upah memang tidak memperhitungkan kenyataan mayoritas buruh dan pekerja sudah berkeluaga. Dari definisi ini saja sudah bisa dipastikan, dengan alibi “safety net”, upah yang diterima cenderung tak akan cukup bagi buruh dan keluarganya.
    2. Perlu adanya penambahan komponen yang sesuai realitas kebutuhan hidup buruh dan pekerja. Oleh karenanya penambahan komponen harus ditambah sekurang-kurangnya 40 komponen (menjadi 86 komponen) atau menjadi 122 komponen sesuai tuntutan buruh mengingat kebutuhan riil saat ini. Komponen tersebut diantaranya:
      • Untuk Jenis barang makanan dan minuman harus ditambah komponen berupa air mineral galon.
      • Untuk jenis barang sandang harus ditambah komponen berupa; celana pendek, kaos lengan pendek, baju tidur, jaket, kaos kaki, tas kerja, sapu tangan, dompet, jam dinding, ikat pinggang, topi/kerudung, dan payung/jas hujan.
      • Untuk jenis barang perumahan harus ditambah komponen : keset kaki, hanger, korden, sapu ijuk, sapu lidi, kain pel, tempat sampah, pengki, rak piring, kompor gas, gas elpiji, gayung, tikar, seterika, meja seterika, kipas angin, dispenser, magic-com.
      • Untuk jenis barang pendidikan harus ditambah komponen televisi.
      • Untuk jenis barang kesehatan harus ditambah komponen pembersih muka, sisir, minyak rambut, gunting kuku, cotton bud, parfum, bedak, lipstick, suplemen.

    Revisi Permenakertrans No 17 Tahun 2005

    Setelah didesak berbagai pihak, terutama para buruh dan pekerja, Menakertrans hari ini menerbitkan revisi terhadap permenakertrans 17/2005. Harapan bahwa revisi akan melahirkan kenaikan upah yang signifikan di tahun 2013 dan seterusnya nampaknya hanya sekedar mimpi.
    Beberapa catatan penting dari revisi tersebut adalah:
    1. Definisi KHL bagi buruh/pekerja lajang TIDAK BERUBAH. Pada rapat dengan komisi IX DPR RI siang tadi, Menakertrans menyatakan bahwa logika berpikir yang digunakan “jika lajang saja upah minimumnya demikian, maka yang sudah berkeluarga harus lebih. Jika KHL mengacu pada buruh/pekerja yang sudah berkeluarga dikhawatirkan pengusaha tidak bisa bayar”.
      Logika yang justru memperlihatkan ketidakberpihakan Pemerintah kepada buruh dan pekerja. Seolah-olah persoalan hubungan industrial hanya lahir dari ongkos yang harus dikeluarkan pengusaha bagi buruh/pekerja.
    2. Hanya terdapat penambahan 14 komponen, dengan penyesuaian/penambahan jenis dan kualitas KHL sebanyak 8 komponen.
    3. Perubahan jenis kebutuhan KHL dari (semula kompor minyak tanah 16 sumbu dan minyak tanah) menjadi kompor gas dan gas elpiji 2 tabung @3kg. Dari komponen-komponen tersebut bukan hanya bermasalah dari segi kuantitas, namun juga lemah dari sisi kualitas. Apabila survey penentuan upah mengacu pada revisi ini, tak akan ada peningkatan upah buruh, malah cenderung UMK Kota/Kab/Provinsi akan rendah. Sebagai contoh pada komponen minyak tanah diganti gas (karena konversi minyak tanah ke Gas sesuai kebijakan Pemerintah). Apabila diasumsikan kebutuhan minyak tanah 10 liter perbulan, jika 1 liter = Rp.10.000 maka kebutuhan per bulan buruh Rp.100.000,-. Tapi, jika asumsi 2 tabung gas elpiji 3kg perbulan (@ Rp. 15.000) seperti dalam revisi, maka kebutuhan energi per bulan hanya = Rp.30.000.
    4. Penentuan tambahan komponen didasarkan pada survey di 15 provinsi yg metode dan praktek surveynya dipertanyakan:
      • Dari 3000 responden hanya 724 responden yang masuk definisi lajang masa kerja dibawah 1 tahun. Artinya validitas yang sesuai dengsn KHL lajang hanya 24,13%;
      • Survey dilakukan di 15 Provinsi yg mayoritas bukan kawasan industri.

    Rekomendasi Politik

    1. Menolak isi revisi Permenakertrans 17/2005 karena berindikasi kuat merupakan agenda “kebijakan politik upah murah”.
    2. Mendesak dilakukan survey ulang untuk menentukan komponen dalam KHL di daerah-daerah di sekitar kawasan industri yang padat pemukiman buruh/pekerja.
    3. Mendesak KHL yang digunakan BUKAN KHL LAJANG, tapi KHL BERKELUARGA (minimal dengan 2 anak).
    4. Mendesak pemerintah untuk melahirkan kebijakan politik, kebijakan ekonomi, kebijakan investasi yang pro tidak hanya pada buruh tapi juga industri dan pengusaha dalam negeri meliputi:
      • Keringanan pajak;
      • Bunga bank rendah;
      • Subsidi energi;
      • Regulasi (termasuk perijinan) yang murah, cepat dan murah;
      • Perbaikan dan pembangunan infrastruktur;
      • Penghapusan “pungli”;
      • Mengembangkan industri bahan baku.
    5. Mendukung buruh dan pekerja di seluruh Indonesia yang akan melakukan aksi serempak pada tanggal 12 Juli 2012 untuk menuntut kerja layak upah layak.
    6. Mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus melakukan perlawanan terhadap kebijakan politik yang arahnya pemiskinan bagi kaum buruh dan pekerja.

    0 comments:

    Perapatan Pasar Kemis

    Perapatan Pasar Kemis